CERPEN



Sejuta Panorama Tana Toraja, Indah di mata indah di hati

Di siang hari rintik hujan membasahi bumi, kulangkahkan kaki ini dari kediamanku tepatnya depan kampus sendiri. Menuju kampus tercinta, di bawah rintik hujan yang menyentuh kulit terdengar bagai suara melodi. Dengan sedikit berlari setapak demi setapak mempercepat langkah kaki dengan tas ransel yang aku pakai, cukup berat beban kupikul ini. Kuperjuangkan hingga sampai di kampus. Kuberjalan hingga saatnya saya tiba di CBP (Character Building Program) tempat berkumpul kami untuk study tour ke Tana Toraja. Sudah banyak teman-temanku yang datang bukan hanya teman kelasku, tapi dari kelas yang berbeda namun satu rumpun, satu angkatan, dan tentunya satu jurusan. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Dari jauh terlihat teman-temanku tersenyum, aku pun membalasnya dengan senyum tulus, sambil mengucap salam, Assalamualaikum….! Egi, Dita, Lisda, Rasma, Inna dengan kompaknya membalas salamku.
Cukup lama rasanya menunggu, sekarang menunjukkan Pukul 15.15 tapi belum juga berangkat menunggu teman yang lain dan tentunya Bus yang belum tiba.  Hal yang menjadi kebiasaan kami tak lain berfoto bersama, menyempatkan diri ini dengan teman-teman, hal ini menjadi kenangan bagi kami. Bunyi kamera terus saja berbunyi, Jepret…Jepret….Jepret, terlihat teman-temanku terus saja mengabadikan gambar, sampai tak sengaja HP milik Jannah terjatuh ke lantai, hatinya pasti kesal dengan kejadian ini, ah.. tapi itu tidak berlarut rasa kesal itu perlahan mulai hilang dengan canda tawa yang dilakukan.
Karena waktu sudah menunjukkan waktu Sholat Ashar, kusempatkan diri ini sholat selagi menunggu bus. Tak lama kemudian Bus satu-persatu tiba, ada tiga bus tentunya untuk kelas A, kelas B, dan kelas C. Semua berlomba-lomba naik ke dalam bus dengan mengambil tempat duduk yang nyaman, Karena jumlah dikelas aku itu lumayan banyak, dan tidak cukup dengan jumlah kursi, jadi diantara kami ada yang duduk bertiga, tak apalah walau terasa sempit yang penting temanku bisa duduk dan bisa merasakan kebersamaan dengan mereka.
Disaat semua sudah selesai mengambil posisi, kami pun berangkat menuju Toraja tepatnya pukul 16.11, menulusuri jalan melewati kampus tercinta hingga tiba di Makassar tak lama deru suara rinai  hujan pun turun, ditambah macet. But No Problem Saya dapat menikmati perjalanan ini bersama teman-teman, perjalanan yang tidak dekat.  Di dalam bus tidak terasa sepi, bagaimana tidak, teman-temanku dengan riuhnya terus bernyannyi menikmati perjalanan yang lumayan panjang ini. Perjalanan ke toraja melewati beberapa kabupaten di Sulawesi selatan, berawal dari Samata,Gowa lalu ke Makassar, Maros, Pangkep, Barru, Pare-pare, Sidrap, Enrekang, dan Tana Toraja. Karena kami berasal dari kota yang berbeda, temanku tak henti-hentinya memperkenalkan masing-masing daerahnya ke teman yang lain dengan berbagai ragam bangunan dan arsitektur yang dimiliki daerahnya. Berjalan terus menapaki jalan hingga tiba waktu sholat magrib di Kab.Maros yang terkenal dengan makanannya “Roti Maros”, aku pun melaksanakan sholat. Setelah menunaikan ibadah Sholat Magrib, kami bergegas kembali ke Bus, menunggu teman yang lain sambil menikmati seikat Buras dan seiris Ayam yang sudah masak ini nih, makanan yang dibawa Dosen kami sekaligus sebagai Ketua Jurusan kami, ah.. ini menambah kedekatan antara mahasiswa dan dosen. Hampir lupa, namanya bapak Kamaluddin Tajibu.
Gelapnya malam, Sembari ku melirik di kaca jendela mobil, melihat panorama kota yang kulalui, kuberfikir masih jauh perjalanan ini, ini  kan masih di kota kelahiranku.. yah Maros, tempatku dibesarkan hingga saat ini, kembali menghirup udara di kota kelahiranku yang sudah lama tak aku kunjungi. Terus menelusuri jalan yang lurus walau lumayan macet, berjalan melewati kota kelahiranku, Pangkep hingga tiba di Kota Barru kembali istirahat di salah satu masjid di kota Barru, kembali menyegarkan diri ini dari perjalanan yang cukup melelahkan, melelahkan bukan karena berjalan kaki, tapi lelah diri ini duduk berkesimpun.
Pukul 22.30 kembali berangkat menelusuri kota barru hingga ke Pare-pare, kulihat kota ini sangat berbeda dengan kota pada umumnya, kota yang rimbun dengan lampu jalan yang kelihatan indah. Kota kelahiran salah satu tokoh yang terkenal B.J.Habibie presiden ke 3 kita.
Sungguh perjalanan yang amat jauh, lambat laun mataku tak bisa lagi melihat segala panorama yang indah walau hanya terlihat dengan bantuan lampu jalan, tak dapat lagi melihat segala hal,  mata ini sudah mulai ngantuk. Tak ada lagi suara yang terdengar di dalam bus teman-temanku sudah terlelap. Terasa sepi hanya terdengar bunyi roda kendaraan. Belum ada tanda-tanda untuk sampai ke tempat tujuan.
Dikesunyian malam berjalan terus tiada henti hingga melewati kota Sidrap dan kembali istirahat di Kota Enrekang turun dari mobil untuk menyegarkan diri ini, lelah yang kuarasakan hari ini, kulihat daerah ini amat  jauh untuk tiba di Kab.Toraja. Jalan terjal nan meliuk-liuk, naik turun , dengan perbukitan hijau. Jalan ini terasa sepi tidak ada kendaraan yang lalu lalang karena waktu sudah menunjukkan pukul 01.30 penduduk sudah terlelap. Kecuali warung yang berada di pinggir jalan.
Lambat laun kami kembali berangkat menelusuri Jalan dikesunyian malam, dengan laju kendaraan yang amat kencang seolah tak ada rintangan di depan, terus menelusuri perjalanan ke tempat tujuan dengan jalan yang berliuk-liuk, perbukitan hijau yang menjulang tinggi, yang tak dapat kulihat secara langsung melalui kasat mataku ini.
Berjalan, berjalan, dan terus menapaki jalan, aku kira ini sudah berada di Tana Toraja. kulihat beberapa Baliho bertuliskan Enrekang, Oh… ini masih berada di daerah enrekang. Berjalan dari kejauhan terlihat sudah di depan mata, selamat datang di Tana Toraja. Saat memasuki kawasan Tana Toraja, terdengar suara kumandan adzan subuh, petanda waktu sholat, istirahat sejenak disalah satu masjid di  Toraja, lalu kembali berangkat ke tempat tujuan yang menjadi penginapan kami bersama teman-teman seperjuangan.
Sholat Subuh telah usai, kami baru tiba di tempat tujuan tepatnya di Bulo tempat nginap kami selama Study Tour ke Toraja, kulangkahkan kaki ini turun dari bus dengan penglihatan yang meraung-raung, terlihat Isti yang kakinya tercebur ke comberan ada pula Andi kakinya ikut pula tercebur, sepatunya terlihat amat kotor, seraya jadi tertawaan karena saking semangatnya dan tidak kesabaran, iya tidak melihat comberan yang ada di depannya. Saat kami berjalan menuju kediaman, kami disambut baik oleh tuan rumah yang sudah menunggu di depan kediamannya menanti kedatangan kami, Sungguh indahnya persaudaraan.
Kami dipersilahkan untuk masuk ke dalam rumah yang cukup besar, luas dengan tiga tingkat, cukup untuk menampung kami dengan jumlah yang banyak. Naik ke lantai 3 tempat bagi perempuan dan lantai dua bagi Pria. Kuletakkan ranselku di sudut dan istirahat sejenak, hingga kubangkit kembali untuk mengambil air wudhu, demi menunaikan kewajibanku sebagai umat muslim, aku Sholat subuh berjamaah  bersama teman-teman, yang di Imami Dosenku Bapak Suf Kasman. Indahnya pagi, perubahan warna langit yang telah berubah, melihat panorama daerah toraja ini dengan terbitnya matahari dan tetes embun di dedaunan.
Usai sholat subuh melangkah turun ke bawah ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi bersama rekanku Widya, Rafika, Darma, Dita, ditambah satu cowok yang cukup pandai dalam hal masak-memasak Rachmat namanya, Dari puluhan cowok yang ada, hanya dia yang berani berhadapan dengan dapur.
Setelah membantu teman, kupersiapkan diri ini untuk menjelajahi beberapa kawasan yang menjadi objek wisata di Toraja. Sebelum berangkat menelusuri panorama nan indah. Kami bersatu, berkumpul bersama mendengar arahan dari bapak Suf Kasman. Setelah itu makanan untuk sarapan pagi telah siap teman-teman pun antri dalam mengambil makanan. Tak terlupa diriku untuk mengambil sepiring nasi dan kumakan bertiga bersama temanku Jannah dan Isti, jarang loh kami bisa makan bersama, sepiring bersama. Kapan lagi, dimana lagi aku bisa merasakan kebersamaan seperti ini ? tanpa membeda-bedakan, tanpa memilih-milih teman. Sungguh moment yang sangat mengesankan. Saling berbagi, saling membantu . Bersatu dalam kebersamaan dengan berbagai karakter yang berbeda-beda.
Kini menunjukkan pukul 09.30 kami berangkat untuk menelusuri Objek Wisata tana Toraja, menelusuri jalan yang berliuk dengan jurang dan tebing yang ditumbuhi pepohonan yang tinggi. Sepanjang perjalanan aku puas menatap alam sekitar.
Kembali bercerita perjalanan ini, Dalam bus teman-teman sangat riuh, gokil, menambah kesan perjalanan ini. Tidak ada rasa ngantuk yang kurasakan padahal semalaman begadang, tidur pun sangat singkat perjalanan yang tak terlupakan. Sesaat kami tiba di kawasan Tongkonan Pallawa, bergegas turun dari bus berjalan untuk masuk kawasan tongkonan ini, Mataku menerawang ke seluruh penjuru kawasan tongkonan pallawa dengan strukturnya yang tinggi, saling berhadapan tertata rapi. Kelihatan indah dengan ukiran yang cantik dari tangan-tangan para pengrajin.
Ketika memasuki Kawasan Tongkonan Pallawa, Tampak beberapa toko yang menjajakan kerajinan khas toraja mulai dari gantungan kunci, tas, miniatur rumah tongkonan, gelang, kalung, kain dengan ukiran tongkonan toraja, masih banyak lagi yang tak dapat kusebutkan satu-persatu.
Pengunjung bukan hanya dari masyarakat Sulawesi Selatan tapi dari dalam negeri bahkan luar negeri, sangat tertarik untuk melihat keindahan tanah toraja yang masih kental dengan budayanya. Pohon yang membentang tinggi dengan hijaunya hamparan persawahan, sungguh indah ciptaanmu, menciptakan bumi dengan indah, indah dimataku dan dimata orang lain.  
Hampa rasanya ketika memasuki kawasan ini, tanpa mengabadikannya. Tak ketinggalan, aku berfoto bersama teman seperjunganku dan juga dosen. Berjalan melihat rumah tongkonan ini yang sudah menjadi rumah adat Sulawesi Selatan. Dulu, rumah tongkonan ini aku ketahui semasa duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), kulihat gambarnya di secarik kertas putih,  hanya bisa kulihat melalui layar kaca televisi, sekarang sudah bisa kulihat secara langsung rumah tongkonan ini melalui bola mataku.
Berjalan di tengah panasnya terik matahari dengan mobil yang kutumpangi. Menyaksikan panorama daerah Toraja, banyaknya sawah dan ladang itu membuktikan profesi sebagian masyarakat toraja sebagai petani, kekayaan alam bisa dinikmati di daerah ini. Pohon yang rindang, tanah yang subur, gunung-gunung yang tertata rapi menambah indah keasrian daerah ini, dan menambah manis perjalanan kami.
berjalan hingga saatnya tiba di daerah Londa, kutemui beberapa orang yang sudah memegang lampu sebagai penunjuk jalan ketika memasuki Londa, saat teman-teman sudah tiba kami pun menaiki beberapa anak tangga untuk masuk ke gua londa didampingi oleh dosen Pak suf kasman dan ketua jurusan KPI pak Kamaluddin Tajibu, ketika ingin memasuki gua londa dapat menyewa lampu yang akan dibawa oleh orang yang sudah menjadi pekerjaannya di tempat itu, menyewa satu lampu itu seharga Rp 50.000,00.
Saat  tiba di depan Goa melihat beberapa patung yang tertata rapi, itu patung orang yang sudah meninggal,  terlihat jelas di atas gunung itu yang terpampan di depan mata, dari luar sudah terlihat tengkorak. Aku makin penasaran apa yang ada di dalam Gua itu. Lambat laun kami masuk ke dalam Gua Londa dan ditemani seorang penunjuk jalan dengan lampu yang ia pegang. namanya Pak John yang sudah berumur 35 tahun. Mistis sekali rasanya ketika masuk ke dalam Gua ini, gelap sekali, dengan jalan yang sempit, tidak mulus banyak bebatuan yang curam, ini uji nyali ketika memasukinya, teman-teman pun sangat ketakutan. Dalam Gua terasa penat, tidak ada ventilasi udara. Gua londa merupakan gua alam yang terbentuk secra alami, tidak dipahak lagi. Banyak tengkorak, peti, yang sudah brumur puluhan tahun, ada yang sudah kelihatan hancur dimakan usia, tengkorak, tulang-belulang  yang tinggal begitu saja. Peti yang disimpan sesuai dengan garis keluarganya masing-masing.
Kembali melanjutkan perjalanan yang bagai jalan tikus, susah sekali kepala sudah terbentur, kaki sulit sekali untuk kulangkahkan, tapi perlahan kulalui dengan penuh perjuangan hingga tiba di luar gua londa terlhat beberapa tengkorak, tengkorak semakin lama terlihat semakin putih.  Setelah keluar dari dalam gua kembali kulangkahkan kaki ini naik ke atas bukit dengan menaiki beberapa anak tangga, berat sekali rasanya kaki ini melangkah hanya sedikit yang naik ke atas bukit , entahlah… mungkin dia tak sanggup lagi berjalan, dari atas terlihat dengan jelas peti yang di simpan.
Banyak ilmu yang kudapatkan, dulunya aku tak ketahui,  secara langung aku dapat tahu.  Dari atas pun terlihat indah pohon yang menjulang tinggi,  rumput hijau, kami pun berfoto bersama, sembari melihat peti mayat dari kejauhan. Berjalan melihat segala panorama, panas terik matahari menyengat pada diri, tetes kringat pun membasahi wajah, istirahat sejenak, duduk bersama teman-teman sambil menikmati datangnya angin sepoi-sepoi.
Setelah istirahat kami pun kembali ke bus untuk kembali menjejakan kaki ini di bumi toraja, yang akan kami kunjungi yakni Lemo, tempat ini sering disebut sebagai rumah para arwah. Mata terus saja terbelalak melihat ke luar dengan batasan kaca mobil namun terlihat dengan jelas, sang mentari terus saja memancarkan sinarnya. Berkali-kali kami diantar oleh sang sopir untuk ke tempat tujuan, dan akhirnya kami tiba.
 Untuk masuk ke dalam kami berjalan kaki sejauh 1 km, berjalan bersama teman dan juga dosen, tapi kali ini berbeda dengan tempat sebelumnya yang kami kunjungi, karena tidak semua teman-temanku mengunjungi tempat ini, ada yang sudah  kelelahan dan hanya tinggal dalam bus. Tapi, aku tidak mau ketinggalan selama ada ksempatan why not ? , kalau bukan sekarang, kapan lagi ? aku pun bergegas turun dari mobil  berjalan  sejauh 1 km, warga terlihat sangat ramah dengan kami, seuntai senyum yang terpancar di wajahnya kembali kami membalasnya dengan senyuman telus.
Welcome to lemo itulah seuntai kalimat ketika ingin masuk ke dalam dengan harga karcis Rp 5.000 dengan melewati beberapa anak tangga berjalan terlihat samping kiri kanan pemandangan yang indah,  dari jauh terlihat cantik, bunga yang tumbuh dengan subur, hutan yang rindang,  gunung yang amat tinggi tempat kuburan mayat terlihat dengan jelas,  patung-patung yang tertata rapi, terlihat peti yang kelihatan lupuk di simpan dengan ketinggian yang luar biasa, mayat yang disimpan di udara terbuka, ditengah bebatuan yang curam. 
Kembali berfoto bersama kawan-kawan dan juga dosen kami, sebagai bukti bahwa kami pernah menginjakkan kaki di tempat ini. sudah kita saksikan, sudah kita rasakan. Betapa besar ciptaanmu, tak ada manusia terhebat sekalipun didunia yang menandingi ciptaanmu. Sampai sore hari, kami menelusuri toraja dengan tiga objek wisata yang kami kunjungi dan inilah yang terakhir Lemo. Bukan hanya itu tempat yang menjadi objek wisata di Toraja masih banyak lagi, tapi itulah yang sempat kami kunjungi kali ini.
Berakhir di lemo, kami kembali bergegas ke bus dan berjalan keluar sejauh 1 km, dari wajah kami terpancar rasa lelah, temanku pun tak hentinya menertawai kami sebut saja namanya Ikhsan, menertawai kami saat tiba di dalam bus, tapi tak membalasnya dengan rasa marah. Itu mungkin hanya lelucon bagi dia. Semua teman-teman terlihat lelah, yahh.. berjalan sejauh 1 km. but no problem, masih bisa ketawa-ketiwi dalam bus, masih bisa melihat panorama tana toraja.
Akhirnya kami tiba di kediaman dan aku langsung sholat Ashar. Usai sholat, kunikmati pop mie bersama Nurul, Dita, Rasma dan Inna. Istirahat sambil menunggu waktu sholat Magrib. Sang mentari belum sepenuhnya tenggelam, masih meninggalkan warna-warna mempesona. Warna merah yang terpancar dari rona sang mentari kian memperteduh suasana di sore hari. Lambat laun, terdengar kumandan Adzan sholat magrib yang tak jauh dari tempat kami. Gelombang suara yang frekuensinya terciut di udara, dengan syahdunya terdengar di telinga. Akupun bergegas mengambil air wudhu dan berjalan menuju Masjid.
Usai kulaksanakan sholat akupun kembali ke rumah berjalan kaki, terlihat gemerlap cahaya lampu di pinggir jalan, mewarnai daerah bulo di malam hari. Kembali menikmati kebersamaan bersama teman-teman, bercengkrama dengannya. Waktu semakin larut sampai ketika mataku tertutup, aku pun tertidur. Karena rasa lelah yang kurasakan, seharian menelusuri daerah toraja. Aku terbangun kuihat jam di HP ku menunjukkan pukul 01.45 aku kira sudah masuk waktu subuh, Ah… aku kembali tidur.
Pukul 04.30 aku terbangun dan bergegas ke toilet untuk mandi lalu mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat. waktu semakin berputar menunjukkan waktu pagi, terbitnya matahari terus saja memancarkan sinarnya, burung-burung yang beterbangan dengan kicauannya, ditambah udara segar yang menyejukkan, terlihat hijaunya pegunungan. Indahnya  Pagi awal dari kehidupan yang baru, suasana yang baru. Kini, kendaraan satu-persatu melewati jalan dengan memulai aktivitas yang baru.
Pagi ini, hari terakhir kami menginjakkan kaki di tempat ini, entahlah, kapan lagi kami berpijak di Tana Toraja ? hanya waktu yang bisa menjawab. Berharap masih ada kesempatan dilain waktu untuk melihat segala panorama daerah ini. Sekarang menunjukkan pukul 09.00 kami melangkahkan kaki ini turun, meninggalkan rumah yang kami tempati nginap, dari kaca hanya bisa mengukir senyum manis kepadanya dan melambaikan tangan seraya berguman dalam hati “ Daa.. selamat tinggal, terimakasih atas bantuannya” kami  kembali menelusuri jalan panjang untuk tiba ke Samata Gowa. Berjalan menapaki jalan, saat itu kami tiba di Enrekang derai hujan pun turun, istirahat di salah satu kios yang menjual berbagai makanan, dan tentunya makanan khas Enrekang. Melihat gunung nona namun tampak sayup dibalik liputan kabut saat hujan.
Terlihat indah, subur dengan rumput-rumput kecil yang berwarna hijau. Dalam bus terdengar sangat riuh  teman-temanku selalu saja mengeluarkan suara merdunya dengan melodi indah yang ia nyanyikan terlihat Ilham, Fajar, Andi, Ullah, dan Didin terus bernyanyi dengan semangatnya. Dalam bus kebersamaan telah kita rasakan, saling membantu, saling memberi makan dan minum.
Hari demi hari mulai kita berangkat sampai akhirnya kita kembali ke rumah masing-masing telah kita lalui bersama di tempat itu kawan, ingatanku masih saja tertaut kebersamaan yang telah kita lalui di tempat itu mulai dari dalam bus hingga di rumah penginapan, di sudut ruang kecil kami saling menyapa berbalas senyum, membagikan arti persaudaraan, kau tahu kawan ? hal yang sangat kurindukan itu adalah kebersamaan , dengan ini dapat menenteramkan hati. Segala panorama tana Toraja, itulah yang dapat menyejukkan mata, dan segala kebersamaan, kekompakan kita itulah yang mengenakkan di hati, dan kini semua jadi indah, indah di mata dan indah di hati. Itulah perjalanan kami terlihat amat singkat namun penuh dengan sarat makna, Love this moment so much. 

Cat: Pernah diikutkan dalam lomba cerpen Sabana Pustaka 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MATERI DAKWAH

Retorika dan Public Speaking

Kimia Sains